Jumat, 28 Oktober 2011
Jumat, 21 Oktober 2011
Jumat, 07 Oktober 2011
The Colour Of Love
Sepanjang hampir tiga puluh tahun hidup saya, saya hanya pernah jatuh cinta tiga kali.
Cinta yang mengubah hidup saya, yang membentuk dan mendewasakan saya.
Cinta yang membuat saya menjadi siapa saya saat ini, dengan segala kelemahan dan kelebihan yang saya punya.
Wanita pertama yang saya cintai mengajarkan saya menjadi wanita yang lebih baik. Dia mengajarkan saya tentang pentingnya sebuah integritas, menjadi wanita dengan nilai-nilai terhormat.
Dia seorang Leo sejati, dengan pemikiran yang luar biasa matang. Cinta pertama saya, yang saya cintai dengan cinta yang mungkin serupa warna putih.
Saya sering berkata, dan itu sebuah kebenaran .. Bahwa tanpa dia, mungkin saya tidak akan pernah menjadi wanita seperti ini.
Wanita kedua yang saya cintai mengajarkan saya tentang cinta yang berbagi. Cinta yang bersanding sempurna dengan luka, yang mengguncangkan batas antara benar dan salah, yang mengaburkan ilusi dan kenyataan.
Cinta yang kami punya serupa warna merah darah, cinta yang penuh kegilaan, persetubuhan yang tak pernah usai, pesta pora dan kemabukan.
Bersama dia saya tumbuh menjadi seseorang yang tak kenal lelah. Berusaha meruntuhkan satu demi satu tembok, menghajar setiap rintangan sampai hati babak belur tidak karuan.
Tidak pernah ada kata biasa jika bicara tentang dia. Karena dia tidak pernah abu-abu. Dia bisa mencintai dan menyakiti kamu dengan cara yang sama pintarnya. Membuatmu merasa berharga dan tidak berharga pada saat yang bersamaan. Seperti orgasme yang tak pernah usai, cintanya menjadi candu.
Wanita yang saya cintai saat ini adalah wanita sederhana yang menyentuh saya dengan caranya yang luar biasa. Saya bahkan tidak punya cukup kata untuk menggambarkan dia. Dia begitu unik sekaligus membumi.
Mungkin Tuhan menciptakan dia seperti nila, gabungan dari begitu banyak spektrum warna.
Kadang ada sisi biru yang keluar, sisi yang membuat saya ingin memeluk setiap lukanya. Kadang jingga yang hadir, indah.. Seperti senja. Tapi lebih sering kuning yang dominan. Seperti bunga matahari di ladang, berdiri menantang matahari.
Saya mungkin tidak mencintai dia dengan cara yang sama seperti saya mencintai dua wanita saya yang lain. Karena banyak hal sudah berbeda, dan saya bukan lagi wanita naif yang punya cinta bewarna putih atau si gila yang haus oleh gairah.
Mungkin cinta saya tidak lagi membadai dan meledak-ledak serupa dinamit, tapi ada rintik gerimis yang tak pernah berhenti turun untuk dia.
Dan setiap pagi, saya mendapati bahwa saya jatuh cinta lebih dalam lagi pada dia.
Saya mencintai dia dengan cinta yang lebih sederhana, dan moga-moga lebih dewasa.
Saya bersyukur untuk kekasih pertama saya, tanpa dia saya tidak akan pernah tahu nilai-nilai yang membuat saya menjadi lebih baik. Ataupun untuk dia yang kedua, yang mengajarkan saya untuk tidak mengkhianati diri saya.
Dan yang pasti tanpa mereka, saya tidak akan pernah bisa menghargai wanita yang bersama saya saat ini.
Untuk itu, saya harus berterima kasih pada luka yang mendewasakan hidup saya.
Label:
Rambling
My beautiful something,
Dearest Sweets,
Ini tulisan pertama saya untuk kamu disini. Satu dari banyak tulisan lain yang saya harap bisa membuat kamu tahu, bahwa kamu adalah salah satu bagian yang terpenting dari hidup saya saat ini.
Saya tidak pernah punya rencana untuk jatuh cinta pada kamu, apalagi untuk mengikat sebuah janji untuk mengganti kata kamu dan saya menjadi kita. Mungkin Tuhan sudah lelah melihat saya bersedih, atau Tuhan mau kamu lebih bahagia .. Entah apa alasannya, tapi ada kamu disini saat ini bersama saya.
Dan sungguh, tak pernah ada satu haripun yang lewat tanpa mensyukuri keberadaan kamu.
Apa yang di depan, kita sama-sama tidak tahu. Karena seperti saya, kamupun tidak suka berjanji. Yang bisa kita katakan hanya kita akan mencoba, memberi yang terbaik dan menjadi yang terbaik. Yang bisa kita katakan hanya kita akan mencoba, untuk setia pada apa yang kita yakini sampai tiba saatnya nanti semua ingin menjadi nyata.
Dan sungguh, itu cukup untuk saya saat ini.
Tapi apa yang lalu kita tahu. Nama-nama yang hadir sebelum kita, luka yang entah kapan bisa sembuh sempurna, cinta yang juga tak lagi berwarna putih. Tapi sungguh tak mengapa, karena setiap masa lalu mendewasakan kita. Dan setiap badai seharusnya menjadikan kita lebih kuat. Dan sungguh, tanpa disakiti saya takkan pernah belajar untuk tidak menyakiti. Dan tanpa dikhianati kamu takkan pernah belajar untuk setia pada hati.
Dan yang pasti kita sama-sama mengerti, bahwa apa yang kita pilih ini tidak mudah. Setiap langkahnya mungkin penuh duri, dan di depan sana belum tentu ada matahari.
Mungkin kita akan sampai, mungkin juga tidak. Saya tidak tahu.
Tapi yang pasti saya mau kamu tahu, bahwa apapun yang terjadi nanti di masa depan .. Adalah sebuah kebahagiaan, menaruh hati kamu di dada saya.
Saya cinta kamu.
Kamis, 06 Oktober 2011
The Insecurities
Kalian tahu apa yang paling saya benci pada saat saya sedang jatuh cinta? perasaan ingin dicintai. Perasaan tidak cukup percaya diri yang kadang tidak pernah jemu menerbitkan tanya di pikir. Secara kasat mata memang tidak masuk akal. Apalagi untuk orang-orang yang tidak begitu mengenal saya. Bagaimana mungkin seorang Belle bisa menjadi tidak percaya diri? bukankah lakunya selalu sempurna, bukankah senyum tak kenal lelah selalu berhasil disunggingkan dengan pantas? Bukankah dia selalu kuat, tanpa pernah menunjukkan kelemahan?
Sebenarnya memang tidak mudah buat saya untuk menampilkan lapisan terdalam dari diri saya. Lebih mudah untuk mengenakan topeng dan mengabur bersama sekitar. Lebih mudah berlatih untuk menahan emosi, menampilkan laku tidak tercela dan tata krama yang sempurna. Lebih mudah berpura-pura tidak terluka, dibandingkan harus menjelaskan kenapa air mata harus turun. Lebih mudah menggigit lidah agar tak ada kata yang keluar, dibanding harus bercerita tentang luka di dada.
Mungkin itu sebabnya saya melatih diri saya dengan lebih keras. Membunuh rasa membutuhkan, membunuh rasa ingin dimengerti. Itu sebabnya saya berusaha untuk menjadi lebih kuat, mengabaikan setiap rasa yang menusuk, mengabaikan ego yang terkadang keluar tak terkendali. Mungkin itu sebabnya saya berusaha untuk menempatkan orang lain diatas kepentingan saya, karena dengan begitu saya tidak akan merasa terluka, jika saya mendapati bahwa saya tidak cukup penting untuk mereka.
Karena tahukah kalian bahwa cinta itu begitu memabukkan? dia menempatkanmu dalam neraka keinginan yang tidak akan pernah ada cukupnya. Cinta seperti heroin yang terus menerus akan kamu butuhkan dengan dosis yang semakin lama semakin besar. Dan sayangnya, tidak akan pernah ada jaminan bahwa akan ada orang yang akan mencintaimu dengan lebih setiap harinya.
Dan yang paling menyakitkan mungkin adalah pada saat nanti dimana kamu serasa tersadar dari mimpi dan mendapati, bahwa seberapa kerasnya pun kamu berusaha untuk mencintai orang lain, mereka tidak akan pernah bisa mencintamu sebesar yang kamu layak dapatkan. Dan seringkali saat masa itu tiba, kamu sudah mencintai sebegitu dalamnya sampai kamu tidak lagi tahu jalan untuk kembali.
Label:
Rambling
Rabu, 05 Oktober 2011
The Beginning
Saya pernah berjanji bahwa suatu hari nanti saya akan kembali ke tempat ini. Saya akan menulis, tapi bukan lagi tentang luka. Saya berjanji bahwa tulisan saya selanjutnya akan bernada lebih indah, akan melagu dengan lebih gembira. Karena setidaknya saya berhutang itu pada diri saya dan orang-orang yang benar perduli kepada saya.
Jadi disini saya, malam ini. Menggenapi satu lagi janji saya.
Apa yang kalian baca sebelum ini sudah selesai. Buku sudah ditutup walau tak pernah ada tanda titik yang mengakhiri segalanya. Tidak ada kata perpisahan yang layak, karena memang apa yang pernah saya punya dengan dia itu cuma ilusi.
Dan apa yang akan kalian baca setelah ini adalah lembaran baru, masih kisah saya yang sama dengan orang yang berbeda.
Akhirnya? saya juga tidak tahu. Tapi setidaknya, dia membuat saya ingin berusaha lagi, dan itu cukup untuk saat ini.
Dia bukan wanita yang punya banyak kelebihan. Dia tidak cantik luar biasa, atau pandai luar biasa. Dia cuma wanita sederhana, yang bahkan tidak mencintai saya dengan sempurna. Bersama dia seperti berjalan di pasar malam, bergandengan tangan sambil menjilat gula-gula kapas. Sesederhana itu, dan semanis itu.
Bersama dia saya belajar cinta yang lebih membumi. Cinta yang menapak sehari demi sehari. Cinta yang memilih hidup dalam kekinian alih-alih mencoba mengambil fungsi Tuhan dan terbang ke masa depan. Kami bahkan tidak mengucap selamanya, apalagi janji sehidup semati.
Yang ada cuma kata berusaha, berjuang untuk tidak saling melepas genggam.
Tapi sungguh itu cukup, karena sungguh saya tak perlu lagi yang muluk-muluk. Saya hanya ingin menjejakan kaki selangkah demi selangkah, bersama dia di sisi saya. Mungkin saja kali ini, bahagia memang milik saya.
Langganan:
Postingan (Atom)