Jumat, 07 Oktober 2011

The Colour Of Love


Sepanjang hampir tiga puluh tahun hidup saya, saya hanya pernah jatuh cinta tiga kali.
Cinta yang mengubah hidup saya, yang membentuk dan mendewasakan saya.
Cinta yang membuat saya menjadi siapa saya saat ini, dengan segala kelemahan dan kelebihan yang saya punya.

Wanita pertama yang saya cintai mengajarkan saya menjadi wanita yang lebih baik. Dia mengajarkan saya tentang pentingnya sebuah integritas, menjadi wanita dengan nilai-nilai terhormat.
Dia seorang Leo sejati, dengan pemikiran yang luar biasa matang. Cinta pertama saya, yang saya cintai dengan cinta yang mungkin serupa warna putih.
Saya sering berkata, dan itu sebuah kebenaran .. Bahwa tanpa dia, mungkin saya tidak akan pernah menjadi wanita seperti ini.

Wanita kedua yang saya cintai mengajarkan saya tentang cinta yang berbagi. Cinta yang bersanding sempurna dengan luka, yang mengguncangkan batas antara benar dan salah, yang mengaburkan ilusi dan kenyataan.
Cinta yang kami punya serupa warna merah darah, cinta yang penuh kegilaan, persetubuhan yang tak pernah usai, pesta pora dan kemabukan.
Bersama dia saya tumbuh menjadi seseorang yang tak kenal lelah. Berusaha meruntuhkan satu demi satu tembok, menghajar setiap rintangan sampai hati babak belur tidak karuan.
Tidak pernah ada kata biasa jika bicara tentang dia. Karena dia tidak pernah abu-abu. Dia bisa mencintai dan menyakiti kamu dengan cara yang sama pintarnya. Membuatmu merasa berharga dan tidak berharga pada saat yang bersamaan. Seperti orgasme yang tak pernah usai, cintanya menjadi candu.

Wanita yang saya cintai saat ini adalah wanita sederhana yang menyentuh saya dengan caranya yang luar biasa. Saya bahkan tidak punya cukup kata untuk menggambarkan dia. Dia begitu unik sekaligus membumi.
Mungkin Tuhan menciptakan dia seperti nila, gabungan dari begitu banyak spektrum warna.

Kadang ada sisi biru yang keluar, sisi yang membuat saya ingin memeluk setiap lukanya. Kadang jingga yang hadir, indah.. Seperti senja. Tapi lebih sering kuning yang dominan. Seperti bunga matahari di ladang, berdiri menantang matahari.

Saya mungkin tidak mencintai dia dengan cara yang sama seperti saya mencintai dua wanita saya yang lain. Karena banyak hal sudah berbeda, dan saya bukan lagi wanita naif yang punya cinta bewarna putih atau si gila yang haus oleh gairah.

Mungkin cinta saya tidak lagi membadai dan meledak-ledak serupa dinamit, tapi ada rintik gerimis yang tak pernah berhenti turun untuk dia.
Dan setiap pagi, saya mendapati bahwa saya jatuh cinta lebih dalam lagi pada dia.
Saya mencintai dia dengan cinta yang lebih sederhana, dan moga-moga lebih dewasa.

Saya bersyukur untuk kekasih pertama saya, tanpa dia saya tidak akan pernah tahu nilai-nilai yang membuat saya menjadi lebih baik. Ataupun untuk dia yang kedua, yang mengajarkan saya untuk tidak mengkhianati diri saya.
Dan yang pasti tanpa mereka, saya tidak akan pernah bisa menghargai wanita yang bersama saya saat ini.
Untuk itu, saya harus berterima kasih pada luka yang mendewasakan hidup saya.

2 komentar: