Jumat, 08 Oktober 2010

The Rainbow



Saya dulu pintar menulis.
Really.
Mungkin tidak sepintar para pengarang novel, atau para pujangga.
Tapi saya selalu bisa menulis. Menalikan kata demi kata, mengikatnya erat menjadi kalimat yang setidaknya cukup matang untuk dibaca.

Cinta.
Tanyakan tentang itu pada saya tahun lalu.
Saya akan mengurainya menjadi ribuan tulisan.
Dan saya jamin kamu akan mengerti.

Tapi sekarang menulis itu bukan lagi pekerjaan yang mudah untuk saya.
Kadang saya hanya diam di depan kubus maya, berharap ada seketik dua ketik kata yang bisa saya tulis.
Kadang saya jadi gagu, karena seberapa keraspun saya berusaha tidak pernah tercipta lagi lagu.

Sedangkan menulis tentang luka juga bukan sebuah jawab.
Karena kalau saya saja bosan mengasihani diri sendiri, apalagi yang membaca?
Lagi pula semua tampak basi, kalendar saja sudah berganti bulan.
Sudah musim penghujan, masa saya masih berurai air mata?
Terlalu cengeng,
Terlalu drama.
Saya tidak suka.

Itulah mungkin mengapa saya tidak lagi banyak menulis. Selain beberapa tulisan singkat sebagai penanda hidup.

Bukan, bukan karena saya tidak baik-baik saja.
Bukan pula karena saya tidak ada pada satu titik dimana saya sudah mulai bisa melihat segalanya dari sudut yang berbeda.
Hanya saja apa yang saya punya sekarang itu masih terlalu sedikit untuk saya bagi.
Kalau buat saya saja itu masih belum cukup, saya rasa tidak perlulah saya tulis disini.

Yang pasti waktu sudah berjalan dengan lebih wajar. Pikiran saya sudah mulai tidak melantur kesana dan kesini. Masa lalu sudah saya tambatkan jauh-jauh ke dasar laut.
Walau masa depan masih entah ada dimana, dan kata cinta belum lagi bisa terucap.
Tapi sudah ada jejak bibir lain yang menghapus jejaknya di bibir saya.

Itu sudah cukup,
Karena saya tidak boleh lagi serakah.
Sungguh,
Takut Tuhan marah!

---

Di belakang banyak hantu penunggu masa lalu
Di depan ada rahasia Sang empunya waktu
Tapi disini, ada pelangi yang cairkan batu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar