Kamis, 26 Agustus 2010
The Fate
Buat kamu, yang belum dan entah kapan akan bernama.
Kamu percaya takdir?
Dulu saya tidak percaya. Saya tidak percaya bahwa Tuhan dengan segala kerepotanNya akan punya waktu merancang garis nasib setiap orang. Lagian siapa kita, hingga Dia mau meluangkan waktunya? Karena itu saya percaya segala sesuatu bisa diperjuangkan.
Kalau kita tidak menyerah, kalau kita tak pernah putus asa dan terus saja berusaha, maka tidak ada yang tidak mungkin.
Saya percaya manusia adalah mahluk yang kuat. Diciptakan punya sejuta akal oleh Sang Maha. Saya percaya manusia beradaptasi, bergerak maju dan berevolusi. Kita bukan si kalah, kita bukan si buntut, apalagi pecundang.
Karena itu dulu saya punya banyak mimpi. Untaian harap yang saya gantungkan di bintang-bintang. Mata menatap tajam, kaki yang melangkah pasti.. Saya yakin, pasti bisa terbang dan menggapai asa.
Kamu percaya dongeng?
Saya bukan hanya percaya dongeng. Saya dibesarkan olehnya. Sebut saja sebuah kisah, maka saya akan ceritakan hasilnya. Dan kalimat yang saya suka, tak lain dan tak bukan "dan mereka hidup bahagia selamanya".
Bahkan dulu saya sering berpikir, bahwa saya adalah si putri.
Tapi itu dulu, waktu dunia saya masih merah jambu. Dan mata saya masih cerah.
Itu dulu, sebelum bahkan saya mengenal kamu.
Sekarang saya percaya takdir, dan muak akan dongeng.
Seperti takdir kita yang bersilangan pada saat yang tidak tepat, seperti mimpi yang terburai seperti usus babi di rumah jagal. Karena sesungguhnya, saat ini semua sudah berubah. Dunia saya bukan lagi terdiri dari gula-gula kapas, dan saya sudah sadar bahwa saya bukan Sang putri.
Saya sadar bahwa ada kekuatan di luar saya, ada tembok yang tak mungkin lagi saya robohkan. Saya sudah menunggu selama 28 tahun, dan saya sudah memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama lagi.
Kamu tahu dongeng tentang benang merah tak kasat mata yang terikat di antara kelingking sepasang kekasih? Saya pernah percaya itu. Saya bahkan pernah yakin saya telah menemukan di ujung sebelah mana benang itu tersimpul.
Tapi nyatanya itu sebuah kebohongan. Karena tidak ada sesuatu yang konstan, demikian juga rasa. Dan tidak ada yang boleh saya percayai, termasuk juga kamu.
Jadi saya putuskan untuk tidak menamakan rasa ini. Mungkin kamu tidak bisa mengerti sekarang, tapi percayalah, suatu hari nanti kamu pasti akan berterima kasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar