Kamis, 30 September 2010
The Quotes
I'm not broken. I'm just tired and it shows.
I think that quotes explains almost everything, full stop.
You know what I want to do?
What I really really want to do?
Creeps back, and sleeps.
Wakes me up, someday.
And NO, it's not blue.
It's black.
And NO, I'm not okay.
Just Don't ask me why.
Rabu, 29 September 2010
#Selfnote - 6
Choose one of the most appropriate scenarios:
1. Expectation kills;
2. Thats why we're not supposed to expect.
3. Or Hope for this matters.
OR
1. Explanation is not really needed;
2. Because when people want to leave there won't be an explanation good enough to make them stay.
3. That's why we should never look back.
OR
1. What that doesn't kill you just make you stronger;
2. So what you have to do is just take a deep breath
3. And allow no one else to ever hurt you again.
Label:
Selfnote
Selasa, 28 September 2010
#Selfnote - 5
Sometimes, what we want is not relevant.
What we have to do is just make peace.
And cherish everything that is here now.
Label:
Selfnote
Sabtu, 25 September 2010
#Selfnote - 4
There was a sentence that the Tarot lady said that's been bugging my mind from yesterday.
"You have to find yourself first, to know what you wanted to be, to be happy with yourself .. before you can find your true happiness"
Probably, I was seeing this whole problem of me from a different point of view.
I think I need to find my solitude, soon.
Ps: One thing I have to keep in mind probably is when people really care about you, they won't treat you like a shit. And I have to stop.. feeling like shit towards someone who doesn't even deserve my respect.
Kamis, 23 September 2010
The Start?
Saya sering bilang bahwa kita bertemu pada waktu yang salah. Percayalah, itu bukan omongan basa-basi, atau kalimat yang saya keluarkan karena saya ingin menarik perhatian kamu. Karena sungguh, saya berpikir andai saja kita bertemu pada rentang waktu yang berbeda, pada masa dimana semuanya masih mudah. Pada masa dimana hati saya belum retak, mungkin saat ini saya akan tersenyum lebih riang. Mungkin mata saya akan bersinar lebih cerah.
Saya juga sering berkali-kali memperingatkan bahwa saya tidak punya apapun lagi. Bahkan tidak ada lagi sepotong hati untuk mencintai. Dan itu sebuah kejujuran, karena apa yang tersisa di rongga dada itu cuma sebuah bulatan hitam. Dan saya pikir kamu pasti tidak suka, kalau saja saya jujur dan membuka kain kafan yang ada.
Tapi toh nyatanya kamu tetap ada disana, sampai hari ini. Tidak perduli seberapa seringnya saya kumat dan kemudian memarahi kamu karena menurut saya kamu bodoh. Tidak perduli seberapa kecewanya kamu karena saya sering kali melukai kamu dengan kata-kata saya.
Kamu tetap disana. Walaupun berulang kali saya katakan bahwa saya bahkan tidak bisa menjanjikan apapun kepada kamu. Karena bagaimana mungkin saya menjanjikan sesuatu, kalau saya saja bahkan tidak tahu apakah saya akan pernah bisa mempercayai janji lagi atau tidak?
Jadi ini saya, berusaha mengucapkan terima kasih kepada kamu.
Terima kasih untuk bersedia bertahan. Terima kasih untuk bersedia ada. Terima kasih untuk memilih membayar harganya. Saya tahu itu tidak mudah buat kamu, saya tahu kamu bahkan punya begitu banyak pilihan yang lebih baik di luar sana.
Saya hanya bisa berkata bahwa saya akan berusaha, supaya suatu hari nanti setidaknya akan ada cara yang cukup pantas dalam menghargai segala hal yang telah kamu lakukan untuk saya.
(Thank you, for not giving up)
Rabu, 22 September 2010
A letter to dear so, and so.
Dearest Gail,
Saya tidak pandai menulis surat perpisahan. Bahkan sampai detik ini pun tidak pernah benar-benar terlontar kata selamat tinggal dari bibir saya. Karena bagaimana mungkin saya mengucapkan selamat tinggal, kalau saya bahkan tidak bisa mengucapkan jaga diri kamu baik-baik dengan sempurna?
Saya mencintai kamu, Gail. Setidaknya saya pernah benar-benar mencintai kamu.
Saya mencintai kamu dengan cinta yang bahkan saya tidak tahu darimana asalnya. Saya mencintai kamu dengan begitu hebatnya sampai saya meniadakan semua logika, dan lupa berjalan di bumi. Saya bahkan mencintai kamu sampai saya rela menjungkirbalikan hidup saya hanya untuk mendapat secercah dari senyum kamu.
Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan berhenti mencintai kamu. Karena bagaimana mungkin? Kisah cinta antara kita dalah kisah cinta yang didengungkan oleh dongeng-dongeng. Kisah cinta yang seharusnya diakhiri dengan kalimat "dan mereka hidup berbahagia selamanya"
Selamanya, Gail.
Begitu pahit kata itu tereja di lidah saya.
Selamanya yang seharusnya bisa kalau saja kamu tidak memilih untuk membuang saya tepat pada saat saya bersedia melepaskan segalanya.
Selamanya yang tidak mustahil kalau saja kamu setia pada mimpi kamu. Pada mimpi kita.
Selamanya yang memaksa akhirnya memaksa saya untuk bangun dan mendapati bahwa kamu tidak layak untuk saya cintai, tidak layak untuk digilai.
Gail,
Saya tidak tahu bagaimana kita bisa sampai pada titik ini. Titik dimana saya bahkan tidak mengenali rupa kamu lagi. Bukan karena kamu tidak sekurus dulu, bukan pula karena kamu memotong dan meluruskan rambut kamu.
Hanya saja mata kamu, mata itu sudah tidak sama. Entah di titik mana, kebaikan yang dulu begitu saya puja sudah tidak ada lagi.
Gail yang dulu saya cintai, sudah mati ditelan dunia.
Gail, mungkin buat kamu semudah itu. Menghubungi saya, mengucapkan satu dua bahkan tiga kata maaf, untuk kemudian meminta saya kembali ke hidup kamu. Kamu bilang kamu butuh teman, kamu bilang kamu butuh saya.
Tapi pernahkah kamu berpikir apa artinya itu buat saya?
Pernahkah terlintas di otak kamu berapa banyak hari yang saya lalui dengan mimpi buruk?
Pernahkah kamu bayangkan betapa sulit hari-hari saya pada saat kamu memutuskan untuk membuang saya begitu saja?
Mungkin kamu tidak tahu, mungkin kamu tidak mau tahu, atau mungkin tidak pernah penting buat kamu untuk tahu. Karena yang saya tahu, apa yang penting buat kamu adalah yang kamu mau. Sisanya adalah gumaman tidak jelas, tentang kesedihan kamu, tentang masalah kamu, tentang kesulitan kamu.
Lalu bagaimana dengan masalah saya? bagaimana dengan kesedihan saya? bagaimana dengan kesulitan saya? dimana kamu pada saat saya berperang dengan semua itu? dimana kamu pada saat saya menangis dengan begitu hebatnya?
Kamu tidak ada disini, Gail.
Kamu disana, merancang masa depan kamu.
Kamu disana, menghilangkan semua bagian tentang saya.
Gail, saya minta maaf kalau hari ini saya memutuskan untuk tidak menjadi teman kamu dalam bentuk apapun. Bukan saya tidak perduli dengan semua masalah kamu, justru karena saya terlalu perduli saya memutuskan untuk pergi dari kamu.
Karena tidak adil, Gail.
Tidak adil membiarkan hati saya berdarah terus menerus.
Tidak adil membiarkan orang-orang yang menyayangi saya kuatir tentang keadaan saya. Tidak adil meminta mereka mentolelir kebodohan saya terus-menerus hanya karena saya dengan keras kepalanya tidak mau merelakan kamu pergi.
Tidak adil bagi orang-orang yang menunggu saya.
Bagi orang-orang yang benar-benar perduli dengan saya.
Kamu tidak pernah seutuhnya menjadi milik saya, Gail. Karena saya bahkan tidak yakin bahwa kamu tahu bagaimana caranya mencintai orang lain selain diri kamu sendiri.
Jadi maafkan saya, maafkan saya karena saya memalingkan wajah kali ini.
Percayalah, seberapa banyak pun yang saya beri, apapun yang saya coba usahakan untuk kamu .. itu tidak akan pernah cukup.
Jadi saya rasa, tidak ada gunanya lagi.
The Time
Tahukah kamu bahwa kadang hati itu ajaib?
Dia tahu dengan pasti apa yang waktu tidak tahu. Dia tahu dengan jelas apa yang cuma bisa diraba pikir.
Dan seperti itupun hati akan tahu, bahwa segalanya telah terlambat.
Luka yang ada terlalu besar bahkan untuk dijahit dengan ribuan kata.
Kepahitan menulang, merasuk, dan meracuni setiap pembuluh darah.
Cinta cuma sepenggal rasa, yang seperti parasit menyedot setiap apa yang tersisa di rongga dada.
Kamu pasti tahu apa yang saya bicarakan, kalau kamu memang pernah ada di titik itu.
Saat dimana masa lalu datang menghampiri, namun bahkan tidak ada kekuatan lagi untuk sekedar menjulurkan lengan.
Saat dimana matamu menatap nanar, karena apa yang bisa kamu lihat itu cuma setiap janji yang dirobek oleh dusta.
Saat dimana kamu mencari apa yang pernah kamu temui di mata itu, namun tidak bisa lagi kau dapatkan apapun di dalamnya.
Saat kata telah hambar, karena rasa percaya sudah tidak tersisa lagi.
Saya ada disana. Saat ini.
Dengan pikir yang berteriak agar saya pergi, dan hati yang masih belum mampu untuk merelakan.
Karena bagaimana mungkin semudah itu merelakan? mengakui bahwa memang kamu memilih orang yang salah. Mengakui bahwa cinta yang dulu pernah jadi segalanya buat kamu bahkan tidak berarti apapun untuk dia.
Saya ada disana.
Saat ini.
Dentum detik yang berbunyi seperti meriam yang ditembakan. Dan luka yang menyayat pelan-pelan sampai kamu tidak tahu bahwa kamu sedang menangis.
Menangisi masa lalu, menangisi apa yang telah pergi, menangisi apa yang tidak mungkin kembali.
Kalau kamu pernah ada disana, saya yakin kamu tahu.
Satu titik dimana pada akhirnya kamu tahu bahwa sudah saatnya merelakan.
Karena orang yang pernah kamu perjuangkan mati-matian itu, sudah tidak ada lagi disana.
Sabtu, 18 September 2010
The Smile.
It's kinda lame, or cheesy.
You name it.
But there is something about you that makes me smile.
I hope I have the same effect on you ;)
<3
The Friendship
Semua orang yang kenal saya dengan baik tahu dengan pasti bahwa saya tidak punya "gift" untuk berteman. Selain untuk urusan pekerjaan, saya bahkan tidak tahu bagaimana caranya mendekati orang asing. Dunia yang nyaman buat saya ya dunia kecil yang saya bangun. Tak banyak yang bisa masuk, apalagi bersama-sama duduk di "sofa".
Dalam hal menentukan apakah seseorang dapat masuk ke dalam dunia saya, saya semata-mata mengandalkan perasaan. I believe in intuition, I believe in feelings. Dan feeling saya, jarang meleset.
Saya percaya penilaian pada kesan pertama. Tidak harus lewat perjumpaan, bisa saja hanya lewat untaian kata. Tapi buat saya, chemistry itu penting. Sangat penting.
Saya bisa saja jatuh cinta pada seseorang yang rupanya belum berbentuk, saya bisa saja antipati pada seseorang karena saya tidak suka tingkahnya. Semuanya subjektif. Tapi saya rasa itu hak saya.
Hanya perlu sesaat, untuk memilah apakah orang tersebut akan berlabel kenalan, kawan, karib, atau kekasih. Sekali lagi, saya percaya chemistry. Saya percaya intuisi.
Mungkin kalian bertanya-tanya, kalau saya merasa saya hampir tidak pernah salah memilih, mengapa saya putus cinta? Bukankah kisah cinta yang tidak berhasil itu berarti pilihan yang salah?
Sebenarnya tidak juga. Pada saat saya memasukan seseorang ke dalam suatu kotak yang saya labeli "kekasih", saya tidak salah. Karena setiap kekasih saya turns out to be a good lover, a magnificent one perhaps.
Dan kalau pada akhirnya hubungan kami tidak berhasilpun itu bukan berarti bahwa lover's chemistry itu tidak pernah ada.
Tidak semua love stories itu akan berlangsung panjang, atau bahkan selamanya. Some love stories destined to be a short one, but it is still a love stories.
Tapi hari ini saya bukan sedang ingin bicara soal kekasih, atau soal patah hati. Saya ingin bicara tentang rasa lain, tentang persahabatan.
Like i said before, i dont have much friends. Mungkin itu sebabnya saya tidak mau membuat "buku wajah" a.k.a facebook.
Seseorang mengkritik saya kemarin. Dia bilang saya sombong. Saya tidak pernah mau menghadiri reuni teman-teman sekolah saya. Buat saya reuni mengenang masa lalu itu tidak penting. Orang-orang yang berarti buat saya, teman-teman dan sahabat yang penting untuk saya, jaraknya cuma sejangkauan telepon. Saya tahu nomor mereka, saya bisa menemui kapanpun mereka sempat. Sisanya tidak penting.
But lately I've been making few more friends. Saya memperluas dunia saya, menambah beberapa buah sofa dan mempersilahkan beberapa nama baru hadir dalam hari-hari saya.
Saya bahkan tidak tahu apakah ini adalah cara yang tepat untuk membuat saya utuh kembali. Tapi yang saya tahu beberapa dari mereka berhasil membuat saya merasa lebih baik. Beberapa dari mereka membuat saya merasa bahwa hidup terus berjalan, dan saya masih punya begitu banyak hal di masa depan.
Tapi yang pasti setiap dari mereka, dengan keunikan masing-masing membuat saya belajar mengenal diri saya sendiri.
Hari inipun saya bertemu dengan satu orang baru lagi. Seorang cakap, di usia hampir 40 tahun. Dan lagi-lagi sebuah pembelajaran. Kali ini topiknya tentang mengenali diri sendiri, tentang tahu apa yang kita mau, apa yang kita bisa, dan kelemahan kita.
Topiknya tentang passion. Passion of making something better, passion of contributing something to society. Passion of being alive, no matter how bumpy is the road.
Ternyata mungkin benar, at some point in your life, you should start reaching out. Belajar dari sekitar kita.
And at the end of the day, being someone better.
(As we grow up, we don’t lose friends. We just learn who our real ones are.)
Jumat, 17 September 2010
The Decision
Rasanya saya sudah tidak kuat, kalau harus berjalan dalam ranah ketidakpastian.
Saya benci abu-abu. Hal-hal yang tidak jelas, antara putih dan hitam.
Saya benci menerka-nerka. Tahukah kamu kenapa? Karena ketidakjelasan mudah diputarbalikan, lidah tidak bertulang, dan pada akhirnya yang tersisa itu cuma segenggam kata maaf.
Kata maaf yang bahkan tidak bisa membayar apapun. Kata maaf yang cuma melegakan sang pengucap, tanpa mampu menyambung patahan hati.
Jadi saya memilih untuk tidak menjadi pelakon. Bukan figuran, apalagi pemeran utama.
Saya duduk diam saja, di kursi penonton.
Memperhatikan sulaman pada tirai, menyaksikan drama tiga babak, dan bertepuk tangan keras-keras pada saat waktunya encore.
Karena saya dengan berat hati memutuskan menolak menjadi bagian dari keramaian. Dan juga meniadakan apa yang hening.
Membiarkan sekali lagi cinta menemukan jalannya sendiri.
Dan merelakan rentang waktu mencari jawaban, apakah saya dan dia akan pernah ada di sisi yang sama.
Dan kalau saja saya hanya menjadi sekedar pengisi waktu luang, maka saya akan memalingkan kepala dan berlalu.
(I let you decide)
Kamis, 16 September 2010
Tentang kekinian
Rasanya seperti memandang cermin, ada namun tak kasat mata.
Dengan tangan memegang timbangan, dan hati yang entahlah apa bentuknya.
Saya mulai menakar, memilah, dan menimbang. Merapal mantra-mantra, walau tidak tahu apa tujuannya.
Beberapa bulan terakhir ini saya berubah. Bahkan karib saya bilang dia tidak lagi mengenali saya. Dia bilang saya tidak punya semangat hidup, walau tetap tertawa terbahak-bahak. Dia bilang mata saya masih terluka, walau saya masih adu tinju dengan dia.
Dia bilang saya lemah. Si lemah yang sok kuat. Si bodoh yang tidak pernah pintar.
Dia bilang saya hanya ahli berpura-pura, manusia sejuta topeng.
Dia bilang saya pembohong ulung, penipu tingkat tinggi.
Saya cuma tertawa, sembari memakinya lebih kencang lagi.
Dia karib saya, teman dari sewaktu saya muda dulu. Sahabat yang bahkan tanggal lahirnya saja saya tidak pernah tahu. Buat saya tidak penting, karena setiap pertemuan kami adalah perayaan. Dan tidak perlu ulang tahun, untuk mabuk gila-gilaan.
Dia karib saya, yang selalu bisa menyambung ujung lidah saya. Yang memeluk saya begitu eratnya pada saat saya hampir gila. Yang tak segan mencaci, karena dia perduli.
Saya sering berkata, bahwa dia seperti lubang hitam di angkasa. Dia menenggelamkan semua kesah saya. Dia menyulap semua cerita saya, menempatkannya dalam kardus-kardus kecil untuk kemudian woosh.. diterbangkannya ke sudut yang paling gelap.
Dan kalau dia bilang saya belum baik-baik saja, maka saya percaya bahwa memang saya belum baik-baik saja.
Sebenarnya saya masih berfungsi. Saya bahkan sudah mulai mencicil pekerjaan, sudah bangun lebih siang, sudah merancang acara nonton untuk akhir minggu. Saya juga tidak lagi banyak bersedih, tidak lagi bolak-balik mengecek apakah nama dia masih ada di tempatnya. Saya bahkan sudah berkata bahwa saya akan mulai mengabaikan. Hidup di masa kini dan bukan di masa lalu.
Tapi ya itulah, saya masih harus mempasrahkan semua pada waktu. Karena waktu menyembuhkan, suka atau tidak suka.
Belajar untuk membersihkan pikiran, menenangkan hati. Ikhlas, kata "guru" saya.
Dan seperti teman-teman lain yang sekarang masih berusaha untuk bangkit, saya tidak sendiri. Saya bukan manusia paling malang di dunia ini. Karena patah hati itu biasa, jutaan orang lain bahkan lebih menderita dari itu. Saya hanya harus lebih bersyukur, bahwa saya tahu sebelum semuanya terlambat.
Ya, mungkin pada akhirnya saya tidak akan pernah bisa kembali ke diri saya yang dulu lagi. Karena biar bagaimanapun pengalaman mendewasakan, dan setiap bekas luka yang ada itu membuat kita belajar. Belajar untuk berhati-hati, belajar untuk tidak mudah percaya, belajar untuk menaruh porsi yang tepat pada orang yang tepat.
Mungkin mata saya tidak akan pernah secerah dulu lagi, mungkin juga senyum saya tidak akan pernah setulus itu lagi. Tapi saya yakin pada akhirnya saya akan sampai pada satu tempat dimana saya merasa cukup.
Dan dengan cukup yang saya punya, saya bahkan tidak akan menengok ke belakang lagi.
Jadi, mari berjuang!
Rabu, 15 September 2010
#Selfnote - 3
"The opposite of love is not hate, it is ignorance"
I think this is the most brilliant quote that I've ever read.
So instead of wasting my time trying to find a way to hate, I think I'll ignore.
And start living my life.
Today, for the very first time in years .. I slept upstairs 'till almost nine.
Without waking up.
And it feels allright.
It feels, liberating.
Selasa, 14 September 2010
The Conversation
Today,
Two in the morning
"Belle, I'm still not sure"
The truth is,
I know. I have guessed. I understand.
And yes, sometimes my judgement is right.
That's why I told you, I'm no good for you.
So I get it if you want to fly away,
Because you might not like what you see.
How can you handle bruises, when you don't even know where to go?
Everyone leaves eventually, and that is the cold harsh truth.
Just close the door as you leave.
-------
Today,
Four in the morning.
"Belle, Don't be too hard on yourself"
The truth is,
I have to.
I have no other option.
Because life is not a fairy tale.
And there won't be a knight to rescue a damsel in a distress.
And yes, I've changed.
I am no longer a Belle that you knew years ago.
That Belle is long dead.
And no, you don't get to judge me.
-end-
(I still hear a crack, here .. inside my chest)
Minggu, 12 September 2010
The Day
I may regret today, or may not.
I'm not sure.
But it's been quite some time since I'm sure about something.
So it doesn't really matter, i think.
So I let today being the first big step towards tomorrow.
The first big step towards leaving the past, leaving her.
Like what one ever said to me, "forgive, and let go".
This is me, trying to let go.
As for the forgiveness, I know I'll get there someday.
Karena siapa saya, sehingga patut meminta begitu banyak pada Sang Maha?
Sabtu, 11 September 2010
Ndru-
Hey Kamu,
Saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan sampai di titik ini bersama kamu. Setelah sekian lama kita saling menjauhi satu sama lain, ternyata pada akhirnya kita ada disini. Berdiri bersebelahan, dengan bahu saling menopang.
Kita memulai semuanya dari pertemuan yang asing di dunia maya, dilanjutkan dengan tiga tahun penuh kembang api warna-warni, untuk kemudian diakhiri dengan begitu banyak tangis dan caci maki. Dan kalau saya boleh jujur maka saya hanya ingin bilang bahwa apa yang pernah kita punya bertahun-tahun yang lalu, masih saja selalu membuat saya tersenyum.
Hidup memang menyimpan begitu banyak alur kisah. Karena itu sungguh tak tertebak bahwa saya dan kamu akan berteman saat ini. Saya masih ingat masa-masa dimana kamu menghancurkan hati saya dan saya menangis tersedu-sedu berminggu-minggu. Ratusan hari yang saya habiskan untuk mencari cara melupakan kamu, ratusan mimpi buruk yang membuat saya begitu membenci kamu.
Saya bahkan hampir putus asa, karena saya berpikir bahwa saya akan mati dengan sengsara.
Kamu tahu, kamu mungkin bukan saja kekasih saya lagi. Tapi kamu, punya tempat spesial dalam hati saya. Dan hampir tidak ada orang lain yang lebih saya percayai dari kamu. Entah bagaimana caranya sayapun tidak mengerti. Tapi cinta yang pernah kita punya mengkristal dengan begitu indahnya, berubah bentuk menjadi rasa persahabatan yang lebih tulus. Dan saya tidak pernah berhenti, mengucap syukur untuk satu kali lagi kesempatan berbagi hari bersama kamu.
Kamu,
Saya belum pernah mengucapkan terima kasih kepada kamu. Terima kasih untuk membuat saya tertawa, untuk ada buat saya.
Untuk telinga yang mendengarkan setiap kesah saya, dan hati yang tak pernah lekang untuk peduli.
Terima kasih untuk tidak pernah jemu mengingatkan bahwa tidak semua hal adalah kesalahan saya. Dan bahwa ada sebagian hal yang memang lebih baik untuk dilepaskan, untuk dilupakan. Dan bahwa saya sangatlah patut untuk dicintai.
Bersama kamu, saya selalu punya harapan. Bahwa setiap hal buruk yang saya alami saat ini akan berlalu. Dan suatu saat nanti seperti saya berdamai dengan kamu, saya juga akan berdamai dengan dia.
Time heals, I just need to give time to time.
Thank you, ndru :)
The Stupidity
It's funny to think of the fact that sometimes people are so consumed with their stupidity that they're willing to give their heart to someone else though they know that at the end, that other person will fail them too.
Label:
Rambling
Kamis, 09 September 2010
Long Winding Road
Saya bertanya-tanya, apa memang semudah itu seseorang menutup pintu masa lalu?
Benarkah hati punya obat penyembuh luka? atau memang waktu bisa berjalan secepat kilat untuk mengubur semua kenangan?
Atau mungkin saya saja yang terlalu berlebihan? mendewakan masa lalu dan menganakemaskan kepedihan.
Karena nyatanya dalam kasus saya, segala sesuatu tidak semudah itu. Saya terus saja berkutat dalam begitu banyak ketakutan. Dalam sejuta pertanyaan dan kebimbangan seperti benang kusut yang tidak berujung.
Kadang saya berpikir bahwa hidup mungkin akan lebih sederhana, kalau saja saya punya tongkat ajaib, yang bisa menghilangkan separuh isi otak.
Atau kalau saja saya tercipta dengan hati serupa plastik yang tak mudah pecah.
Mungkin saya akan menjadi manusia yang lebih baik, kalau saja saya tidak terlalu banyak merasa. Kalau saya lebih bisa menerima, kalau saya tidak banyak bertanya kenapa dan mengapa.
Sialnya, saya tidak diberkahi dengan anugrah yang sama dengan kebanyakan populasi manusia lain. Jadi disini saya, masih berkutat dengan masalah yang itu-itu saja. Masih maju mundur diantara masa lalu, kekinian, dan pertanyaan akan masa depan.
Masih berkutat pada janji yang masih tidak mau saya ingkari.
Masih bertanya-tanya mengapa, kenapa, kalau saja, dan bagaimana.
Tapi yang pasti untuk saya jatuh cinta itu butuh sejuta keberanian. Karena dalam tidak pernah ada matras untuk menahan laju tubuh, ataupun jaring pengaman.
Jadi itu perkara sulit, bahkan lebih sulit daripada ujian akhir. Dan saya tidak boleh gagal lagi, karena bahkan keledai tidak akan jatuh berkali-kali ke lubang yang sama.
Jadi untuk sementara saya memutuskan untuk diam disini. Mengumpulkan tenaga untuk merangkak maju, selangkah demi selangkah. Biar saja yang lain berlari, saya berjalan saja pelan-pelan.
ps: Am I worth the wait? you tell :)
Label:
Rambling
Sabtu, 04 September 2010
The Sunset
Marilah kemari. Duduklah sekejap di sampingku. Biar kuceritakan beberapa hal yang tak pernah tidak mengingatkanku padamu.
Satu warna dari sekian ribu pilihan warna. Jingga, itu warnamu. Seperti warna senja yang merekah malu-malu. Seperti warna terakhir dari pelangi. Yang terjauh, yang terindah.
Berjalanlah disisiku, sebentar saja. Biar kutentukan bentukmu, sebelum kusimpan kau rapat-rapat dalam rongga dada. Agar kamu abadi, karena kekekalan ada utuhmu, selamanya. Sehingga ketika satu persatu nama menguap dimakan waktu, atau ketika kenangan menguap menjadi mimpi sebelum lamat-lamat dimakan ngengat. Kamu selalu ada, disana.
Lalu saat asap mulai meninggi, dan kisah kita hanya didengungkan diantara nisan-nisan. Apa yang akan kamu ingat tentangku? Dimana cinta akan ada?
Karena sesungguhnya aku tidak lagi menggantungkan cinta di ujung harap. Karena cinta tak lagi boleh dibicarakan, karena hati sudah begitu pekat oleh lara tak berujung.
Karena semuanya tak lagi berarti, karena manusia saling berpaling.
Karena mungkin aku akan menghilang, mengikuti jejak cinta yang sudah menguap.
Karena hidup adalah pergantian, dan percaya itu cuma sebuah kata yang didengungkan para petenung.
Namun selalu ada kamu dalam bentuk yang lebih sederhana.
Seperti senja yang terabadikan rapih di sepucuk kartu pos.
Selamat tinggal.
Label:
Rambling
Kamis, 02 September 2010
The Passage Of Time
Kamu tahu apa yang paling saya inginkan? beranjak maju. Melupakan semua yang di belakang dan menatap lurus ke depan. Tapi apakah mungkin kalau setiap langkah seperti menginjak pecahan kaca?
Saya ingin membutakan mata, menulikan telinga dan mengulurkan tangan. Tapi sungguh saya benar-benar tidak tahu apa yang ada di muka. Dan saya benci ketidaktahuan.
Saya seorang perencana. Saya mengatur semuanya sampai ke detil yang paling kecil. Saya merancang dan menggagas. Pada saat saya membiarkan orang lain menentukan untuk saya, itu artinya saya memberi begitu banyak kepercayaan pada dia. Dan saya pernah melakukan itu, dulu.
Saya menyerahkan semua mimpi-mimpi saya, merobek jala pengaman dan melompat terjun kebawah. Saya berpikir bahwa dia cukup kuat untuk saya. Tapi apa yang saya dapat?
Saya hancur berantakan, tak tersisa apapun juga.
Apakah saya menyalahkan dia? rasanya saya tidak boleh. Apapun yang saya lakukan, itu karena saya memilih. Dan saya memilih dia, dulu.
Apakah saya menyesali semuanya? Saya rasa tidak tepat juga. Bersama dia adalah pengalaman yang saya beli dengan harga yang mahal. Dan apapun yang terjadi antara saya dengan dia adalah sebuah pelajaran hidup. Tentang cinta, dan kepercayaan.
Saat ini saya berdiri disini. Sendiri. Sudah lama saya tidak sendiri. Bahkan jujur, saya benci sendiri. Sendiri mengingatkan saya pada kegagalan, pada mimpi yang hancur berantakan, pada pengkhianatan, pada cinta yang dibuang begitu saja, pada janji yang tak lagi berarti. Sendiri mengingatkan saya pada dia, disana.
Saya tahu saya harus maju. Tapi ada apa di depan sana? Saya pernah percaya saya bisa terbang. Seseorang meminta saya mempercayainya, meminta saya terbang menggapai matahari. Dia bilang saya bisa bahagia, saya layak bahagia. Tapi nyatanya sayap saya terbakar, hancur jadi debu. Dan dia? biru dan mengabu.
Jadi disinilah saya sekarang, di antara ada dan tiada. Kaki berpijak erat di bumi dan hati yang hancur berantakan.
Apa yang harus saya percayai, saya benar-benar tidak tahu. Karena nyatanya, semua hal yang saya percayai itu tidaklah tepat. Dan ternyata saya penjudi yang payah.
Yang saya tahu saya tidak mau melukai dan dilukai. Saya tidak mau menyakiti dan saya tidak mau disakiti. Saya hanya ingin berdiri disini, diam dan tenang. Dan mungkin suatu hari nanti, waktu akan menjadikan segalanya lebih baik.
Label:
Rambling
.
People can hide between so many excuses.
But at the end of the day, I wonder if people can really hide from themselves.
I am not a perfect person. I've done so many bad things, hurt a lot of people.
But at least I stay true to my heart.
When I love, I love wholeheartedly. I fight until there are nothing to fight for. I hate quitters.
When I made a promise, I will do everything to keep that promise. Promise ain't supposed to be made easy anyway.
Label:
Rambling
Langganan:
Postingan (Atom)