Jumat, 17 September 2010

The Decision



Rasanya saya sudah tidak kuat, kalau harus berjalan dalam ranah ketidakpastian.
Saya benci abu-abu. Hal-hal yang tidak jelas, antara putih dan hitam.
Saya benci menerka-nerka. Tahukah kamu kenapa? Karena ketidakjelasan mudah diputarbalikan, lidah tidak bertulang, dan pada akhirnya yang tersisa itu cuma segenggam kata maaf.
Kata maaf yang bahkan tidak bisa membayar apapun. Kata maaf yang cuma melegakan sang pengucap, tanpa mampu menyambung patahan hati.

Jadi saya memilih untuk tidak menjadi pelakon. Bukan figuran, apalagi pemeran utama.
Saya duduk diam saja, di kursi penonton.
Memperhatikan sulaman pada tirai, menyaksikan drama tiga babak, dan bertepuk tangan keras-keras pada saat waktunya encore.

Karena saya dengan berat hati memutuskan menolak menjadi bagian dari keramaian. Dan juga meniadakan apa yang hening.
Membiarkan sekali lagi cinta menemukan jalannya sendiri.
Dan merelakan rentang waktu mencari jawaban, apakah saya dan dia akan pernah ada di sisi yang sama.

Dan kalau saja saya hanya menjadi sekedar pengisi waktu luang, maka saya akan memalingkan kepala dan berlalu.

(I let you decide)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar